Monday, May 22, 2023

Sekilas tentang Antropologi



Pengertian dasar Antropologi menurut wikipedia.


Quote:
Antropologi berasal dari kata Yunani άνθρωπος (baca: anthropos) yang berarti "manusia" atau "orang", dan logos yang berarti "wacana" (dalam pengertian "bernalar", "berakal"). Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial.

Antropologi memiliki dua sisi holistik dimana meneliti manusia pada tiap waktu dan tiap dimensi kemanusiaannya. Arus utama inilah yang secara tradisional memisahkan antropologi dari disiplin ilmu kemanusiaan lainnya yang menekankan pada perbandingan/perbedaan budaya antar manusia. Walaupun begitu sisi ini banyak diperdebatkan dan menjadi kontroversi sehingga metode antropologi sekarang seringkali dilakukan pada pemusatan penelitian pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal.


Tujuan Antropologi sebagai ilmu.


Quote:
Secara akademis, Antropologi berusaha mencapai sebuah pemahaman tentang manusia secara fisik, manusia dalam masyarakatnya, dan manusia dengan kebudayaannya. Secara praktis, Antropologi berusaha membangun suatu pandangan bahwa perbedaan manusia dan kebudayaannya merupakan suatu hal yang harus dapat diterima, bukan sebagai sumber konflik tetapi sebagai sumber pemahaman baru, agar secara terus-menerus manusia dapat merefleksikan dirinya. Secara praktis, kajian ilmu Antropologi dapat digunakan untuk membangun masyarakat dan kebudayaannya tanpa harus membuat masyarakat dan kebudayaan itu, kehilangan identitas atau tersingkir dari peradaban.


Sejarah Perkembangan Antropologi


Quote:
Antropologi merupakan cabang ilmu yang usia perkembangannya relatif lebih muda dari cabang ilmu lainnya. Ilmu ini sebenarnya mulai berkembang bersamaan dengan abad pelayaran dunia. Lambannya perkembangan Antropologi pada masa-masa awal disebabkan kegagalan masyarakat Eropa melihat dan memahami kenyataan bahwa antara diri mereka dan bangsa-bangsa lain di luar mereka (daerah-daerah lain di dunia), sebenarnya memiliki sifat-sifat kemanusiaan yang sama.


Quote:
Menurut Haviland, sebelum akhir abad ke-18, masyarakat Eropa selalu menganggap orang-orang dengan kebudayaan berbeda, yang tidak memiliki nilai-nilai budaya Eropa, adalah orang “biadab”, “buas”, atau berperilaku “barbar”. Baru di akhir abad ke-18, banyak masyarakat Eropa menganggap nilai, norma, dan perilaku bangsa-bangsa asing itu sangat relevan untuk memahami nilai, norma, dan perilaku mereka sendiri.


Quote:
Hal ini terjadi karena perkembangan ilmu pengetahuan pada abad ke-18 di Eropa, didominasi oleh berbagai usaha untuk menerangkan segala sesuatu berdasarkan hukum alam. Selain itu, sebelum akhir abad ke-18 masyarakat Eropa masih sangat kuat dipengaruhi oleh ketatnya penafsiran terhadap teks-teks Alkitab. Kesangsian terhadap kemampuan Alkitab untuk menjelaskan tentang lebih banyak keanekaragaman manusia telah mendorong berkembangnya kesadaran bahwa studi tentang bangsa-bangsa “biadab”, dan ‘Barbar” itu sebenarnya adalah studi tentang seluruh umat manusia.


penting nih gan..


Karena kita sering kali tidak mampu memahami dan menerima dengan terbuka beraneka ragam suku bangsa, kebudayaan, agama, dan keyakinan itu. Sering kali kita dibatasi oleh prasangka dan stigma terhadap mereka yang berbeda dengan kita.Prasangka dan stigma itu bertumpuk dan tiba-tiba meledak menjadi konflik terbuka seperti yang terjadi di Ambon, dan konflik Dayak-Madura di Kalimantan. Belajar Antropologi merupakan langkah awal bagi kita untuk berpikir terbuka, sehingga mampu memahami dan menerima berbagai perbedaan yang ada di sekitar kita.


Setengah abad yang lalu, jurusan Antropologi dibuka di Universitas Indonesia (UI) dan sekarang telah beredar dan berkembang pada 12 universitas. Bisa dikatakan, penyebaran ilmu Antropologi dapat dikategorikan dalam tiga tahap.

25 tahun setelah berdiri, jurusan ini masih belum cukup laku untuk mengepakkan sayap. Hanya beberapa universitas saja yang sudi mengajarkan ilmu ini secara khusus yaitu Universitas Indonesia (UI), Universitas Padjadjaran (UNPAD), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Udayana (UNUD), Universitas Hasanuddin (UNHAS), Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT) dan Universitas Cendrawasih (UNCEN).

Apabila dianalisis secara cermat, kesadaran untuk menyelenggarakan jurusan ini tidak terlepas dari “filosofi” universitas yang bersangkutan. UI, UNPAD, UGM sebagai kampus-kampus tertua di negeri ini mempunyai semacam sebuah kebijakan untuk menyebarluaskan segala macam ilmu yang ada, yang notabene berasal dari barat, kepada khalayak ramai. UNUD yang embrionya adalah Fakultas Sastra Universitas Airlangga (UNAIR) cabang Bali pun merasa terpanggil karena cetak birunya sudah jelas pada pengembangan ilmu-ilmu budaya seperti yang tersirat dalam prasasti yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno di kampus awal mereka di Jalan Nias. UNHAS, UNSRAT dan UNCEN pun tidak terlepas dari semangat ini. Sebagai kampus-kampus terdepan di Indonesia Timur, mereka merasa keberadaan Antropologi sangat penting bagi pembangunan kawasan.


Quote:
Fase berikut terjadi pada tahun 1980-an, ketika Antropologi mulai merambah ke wilayah Sumatera yaitu di Universitas Sumatera Utara (USU) dan Universitas Andalas (UNAND). Sebagai PTN tertua ketiga, UNAIR baru membuka jurusan ini pada tahun 1985, jauh tertinggal dari kampus-kampus lain yang usianya lebih muda. Dekade ini juga ditandai dengan mulai berkembangnya program Pasca Sarjana.

Jaringan Kekerabatan Antropologi Indonesia (JKAI) yang merupakan forum mahasiswa Antropologi untuk saling bertukar informasi, pengalaman dan mempererat hubungan pun didirikan pada tahun 1989 melalui sarasehan Wanagama dimana UGM bertindak sebagai penyelenggara. Sepuluh PTN pun sudah bergabung didalamnya. Pada masa ini, dua PTS sempat membuka jurusan Antropologi yaitu Universitas Pakuan di Bogor dan Universitas Sulawesi Tenggara di Kendari. Namun karena jumlah mahasiswa yang semakin sedikit membuat jurusan ini mati dengan sendirinya. Sepuluh PTN ini masih bersama dalam sarasehan JKAI berikutnya yaitu di UNUD tahun 1991 dan UNCEN tahun 1993.

Fase terkini dari perkembangan penyebaran Antropologi ditandai dengan dibukanya jurusan ini di Universitas Halu Oleo (UNHALU) pada tahun 1995. Pada sarasehan JKAI tahun 1996 di UNHAS, UNHALU pun sudah mengirimkan mahasiswanya. Sarasehan JKAI tahun 1997 di UNAND masih beranggotakan 11 PTN dan kampus termuda yang membuka jurusan ini adalah Universitas Tadulako (UNTAD) pada tahun 1999 yang juga ditandai kehadiran mereka pada sarasehan JKAI di UI tahun 2000.


Quote:
Pada tingkat Pasca Sarjana, perkembangan ilmu ini juga terlihat walaupun tidak sepesat tingkat Sarjana. UI, UGM dan UNHAS sudah menyelenggarakan program S2 dan S3 khusus Antropologi. UNPAD, UNAIR dan UNUD baru menyelenggarakannya dalam program S2 dan S3 yang terintegrasi. Antropologi tergabung dalam Program Ilmu Sosial di UNPAD. Metode yang sama juga dilakukan di UNAIR tetapi ada pengkhususan Antropologi pada tingkat magisternya. UNUD memasukkannya di dalam Program Kajian Budaya. Sedangkan enam kampus yang lain belum mampu menyelenggarakan.

Prof. Soetandyo Wignyosoebroto pada saat menggagas pendirian Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UNAIR, berangkat dari sebuah pemikiran bahwa Sosiologi, Antropologi dan Psikologi adalah tiga saudara kandung karena keterkaitan mereka antara satu dengan yang lain. Hal ini pula yang membuat pada awalnya ketiga jurusan ini berada pada satu fakultas yang sama sebelum Psikologi dipisahkan karena tuntutan komersial.


Quote:
Di Indonesia, ketiga ilmu ini memiliki “Bapak” tersendiri. Prof. Slamet Iman Santoso adalah pendiri Psikologi Indonesia yang embrio awalnya berasal dari kajian ilmu-ilmu kejiwaan pada Fakultas Kedokteran UI sebelum eksis berdiri sebagai Fakultas yang mandiri. Prof. Fuad Hasan sering disebut sebagai alumni pertama dari jurusan ini. Prof Koentjaraningrat adalah pendiri Antropologi Indonesia yang pada awalnya bernaung di dalam Fakultas Sastra UI sebelum “hengkang” ke FISIP pada tahun 1980an. Banyak yang mengatakan bahwa kepindahan ini karena perbedaan pendapat antara dua figur senior yaitu Mantan Rektor UI dan Mendikbud saat itu Prof. Nugroho Notosusanto yang juga Guru Besar Sejarah Fakultas Sastra UI dengan Prof. Koentjaraningrat. Prof. Selo Soemardjan adalah pendiri Sosiologi Indonesia yang juga menjadi peletak dasar bagi pembentukan FISIP di Indonesia.

Pendek kata, “tiga saudara kandung” yang hebat ini adalah embrio bagi berdirinya Fakultas Psikologi, Fakutas Budaya dan Fakultas Sosial. Ketiga ilmu ini bak sebuah kesebelasan yang membagi tugasnya menjadi tiga bagian yaitu pemain depan, tengah dan belakang. Manusia sebagai sebuah objek ilmu pengetahuan dibedah melalui tiga pisau analisa yang kuat.

No comments:

Post a Comment