Kalian fresh Graduate?Baru terjun ke dunia kerja? Sah-sah saja merasa bangga memiliki kesempatan bergabung dengan perusahaan, tapi jangan lupa, kalian tentu akan kaget dengan lingkungan kerja yang 100% bertolak belakang dengan ekspektasi kamu di bangku perkuliahan. Baik dari segi aturan perusahaan hingga politik bisnis serta model pertemanan di dalamnya. Kita pun serasa mengulang diri belajar kembali dari nol. Berawal dari sini kemampuan kita dalam beradaptasi yang sesungguhnya benar-benar diuji. Fakta-fakta yang akan kita ulas inilah yang seringkali ditutupi oleh freshgraduate.
Berdasarkan pengalaman rekan-rekan saya tentang bagaimana mereka beradaptasi dengan status fresh graduate, dapat disimpulkan bahwa sebetulnya kita bukan lagi diuji tentang kecerdasan akal, tetapi semua adalah tentang ujian mental. Lha koq bisa?? ya dong..karena kita berhadapan dengan rekan-rekan kerja dengan bermacam karakter yang saling bertolak belakang. Kita juga harus mampu bekerja dengan menyeimbangkan diri dengan pimpinan yang kadang jauh lebih menyebalkan dari Dosen ter-killer sekalipun.
Fresh Graduate akan mulai dibuat bingung memahami segala bentuk politik yang berlaku di perusahaan. Fresh Graduate mulai menyaksikan bagaimana atasan mereka hobi menciptakan konflik hanya karena faktor like and dislike secara personal, rekan kerja yang manipulatif, hobi berdrama, menghalalkan segala cara untuk mendapatkan promosi jabatan, hingga tindakan kriminal. Dampak yang ditimbulkan pun tidak kalah serius. Dampak paling ringan adalah pemecatan sepihak yang mungkin akan membuat reputasi riwayat kerjamu buruk, kerugian finansial dengan nominal besar, pembunuhan karakter, hingga kasus berat yang berurusan dengan hukum dan kepolisian.
Sangat tidak mengherankan, jika fakta-fakta tersebut sering kali justru mengacaukan kinerja. Bahkan menimbulkan rasa insecure dan trauma. Perlu di ingat, jika kamu adalah seorang fresh graduate dengan karakter people pleasure, over sensitive, labil, atau bahkan over easy going, kalian perlu bersiap sejak dini.
Sebetulnya, solusinya terbaik ada pada manajemen kecerdasan emosi. Sebab, ketika kita menghadapi kejamnya lingkungan kerja, konflik yang lebih besar justru sering kali muncul dari diri sendiri. Kita lupa bagaimana ketenangan diri kita bekerja sehingga kita menjadi over thingking, menarik diri, dan mengekspresikan emosi secara impulsif. Kita enggan mensugesti diri kita sendiri untuk menghemat energi saat tubuh mengeluarkan berbagai jenis emosi.
Setiap orang memang memiliki kadar kecerdasan emosi yang berbeda. Jika menggunakan kecerdasan emosi saat ini masih dirasa berat, perlu kita catat bahwa emosi juga memiliki syaraf yang membutuhkan latihan untuk dikuatkan. Nutrisinya tidak lain dan tidak bukan adalah ketenangan hati dalam berbagai situasi. Sebab, hati dalam kondisi tenang mampu membuat otak bekerja lebih dominan dari perasaan, memiliki kendali penuh agar kita tidak bersikap yang justru memperburuk citra dan suasana, serta membuat kita menjadi manusia yang pandai menaklukan gentingnya masalah yang datangnya selalu di luar nalar.
No comments:
Post a Comment