Oleh Hamdah Rosalina
Mahasiswa STEI SEBI
Wakaf merupakan pranata keagamaan dalam Islam yang memiliki hubungan langsung secara fungsional dengan upaya pemecahan masalah-masalah sosial dan kemanusiaan, seperti pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi umat. Wakaf, di samping instrumen keuangan Islam lainnya, seperti zakat, bila dikelola secara produktif dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Itu berarti wakaf dapat menjadi sumber pendanaan dari umat untuk umat, baik untuk kepentingan keagamaan, sosial, maupun ekonomi. Untuk itu, pemahaman terhadap fungsi wakaf perlu disosialisasikan dan menjadi gerakan kolektif seluruh lapisan masyarakat dalam rangka memperbaiki ekonomi umat.
Menapaki jejak sejarah, keberadaan wakaf uang sudah berkembang baik di negara-negara lain seperti Arab Saudi, Mesir menggunakan wakaf uang untuk keperluan pendidikan khususnya Universitas Al-Azhar, Yordania membuat wakaf uang berkolaborasi dengan zakat tanah atau properti, hasilnya digunakan untuk berbagai keperluan penduduk (memperbaiki perumahan penduduk, membangun perumahan petani dan mengembangkan tanah pertanian), di negara Turki dana wakaf berhasil meringankan belanja negara, terutama untuk penyediaan fasilitas pendidikan, sarana perkotaan dan fasilitas umum lainnya, Bangladesh Bank Wakaf (SIBL) menerbitkan Sertifikat Wakaf Uang (SWU) yang dapat dibeli masyarakat umum untuk pendanaan proyek-proyek sosial. Ada upaya SWU pengganti peran pajak, serta Malaysia. Sedangkan di Indonesia sendiri lembaga nadzir yang memfasilitasi para pewakif untuk menunaikan ibadah wakaf uang sudah mulai bermunculan.
Dalam Undang-undang Nomor 41 tentang wakaf Pasal (1) mendefinisikan wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu terntentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Definisi tersebut telah mengakomodir macam harta benda yang diwakafkan termasuk wakaf uang (cash waqf). Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa Wakaf tunai adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, dan lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai (Kemenag RI, 2013).
Jika wakaf seringkali dikaitkan dengan wakaf tidak bergerak, seperti tanah maupun bangunan, terbukti telah banyak membantu kegiatan sosial di berbagai belahan dunia, tak terkecuali Indonesia. Sejumlah lembaga pendidikan, pondok pesantren maupun masjid di Indonesia banyak ditopang keberadaan dan kelangsungan hidupnya oleh wakaf. Hal ini menandakan bahwa saat ini wakaf sudah sangat besar namun dominan di harta tidak bergerak sehingga masih belum produktif. Dari data Badan Wakaf Indonesia (BWI) bahwa secara akumulatif wakaf uang yang terkumpul tahun 2011-2018 hanya 255 M dari potensi 180 T. Artinya, masih banyak potensi wakaf uang yang harus dihimpun.
Menurut hasil Kajian Pengembangan Wakaf Uang Dalam Rangka Pendalaman Pasar Keuangan Syariah oleh Badan Kebijakan Fiskal, Kementrian Keuangan RI (2019), wakaf tunai memiliki potensi besar untuk kesejahteraan diantaranya :
1. Mengolah aset-aset wakaf berupa tanah-tanah kosong, untuk dikelola secara produktif melalui berbagai kegiatan ekonomi, atau dengan pembangunan gedung
2. Alternatif pembiayaan bagi lembaga-lembaga pendidikan dan kesehatan Islam seperti pesantren, madrasah, RS, Klinik kesehatan, dan lainnya.
3. Mengurangi belanja pemerintah untuk penyediaan fasilitas publik, dapat mengurangi defisit anggaran dan pinjaman pemerintah.
4. Sangat potensial untuk membantu para pelaku usaha kecil (UMKM) dalam bentuk microfinance.
Dengan berwakaf, kita telah berperan dalam penegakkan sistem ekonomi Islam yang tidak hanya berfokus terhadap masalah yang berhubungan dengan manusia (Hablum Minanas) seperti ekonomi, sosial, dan hukum. Akan tetapi juga Hablum Minallah yang menyangkut sarana ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Meskipun sepanjang sejarah Islam, wakaf telah memainkan peran yang sangat penting dalam kesejahteraan umat, namun kita juga perlu meminimalisir terjadinya penyelewengan dan mengelola manajemen risiko yang baik dalam wakaf tunai. Salah satu bentuk sinergi antara Badan Wakaf Indonesia (BWI), Bank Indonesia serta International Research of Training Institute-Islamic Development Bank (IRTI-IsDB).menciptakan sebuah terobosan terkait tata kelola wakaf yang baik atau disebut Waqf Core Principles yang dapat menjadi pedoman bagi lembaga pengelola wakaf agar dapat berjalan secara optimal.
Dalam rangka memberi ruang gerak bagi kegiatan perwakafan dalam era globalisasi, Bank Indonesia menyodorkan definisi wakaf tunai, yaitu sebagai penyerahan aset wakaf berupa uang tunai yang tidak dapat dipindahtangankan dan dibekukan selain untuk kepentingan umum yang tidak mengurangi ataupun menghilangkan jumlah pokoknya. Perbankan syari’ah dapat menghimpun dana dari anggota masyarakat yang memiliki penghasilan dan akan memberikan wakaf tunainya dengan menerbitkan Sertifikat Wakaf Tunai. Penerbitan Sertifikat Wakaf Tunai akan membuka peluang penggalangan dana wakaf yang cukup besar sesuai dengan segmentasi masyarakat dan kesadaran untuk berwakaf.
Adapun tabel asumsi yang dibuat oleh Mustafa Edwin Nasution, sebagaimana di kutip oleh Sudirman Hasan terkait potensi wakaf uang
Artinya adalah, dalam satu tahun, potensi wakaf di Indonesia sebesar 3T hal ini dapat di implementasikan jika ada kesadaran dari masyarakat Indonesia untuk melaksanakan wakaf tunai.
Referensi :
1. Kajian Pengembangan Wakaf Uang Dalam Rangka Pendalaman Pasar Keuangan Syariah oleh Badan Kebijakan Fiskal, Kementrian Keuangan RI (2019).
2. Panduan Pengelolaan Wakaf Tunai, Kemenag RI (2013)
3. Buku Waqaf Core Principles https://www.bwi.go.id/waqf-core-principles/
4. Sudirman Hasan, Wakaf Uang dan Implementasinya di Indonesia hlm. 171
No comments:
Post a Comment