Erie Febrian
Dosen Program Doktor Ilmu Manajemen, Universitas PadjadjaranBEBERAPA waktu lalu, Presiden Jokowi melontarkan gagasan untuk mendirikan dan mengembangkan lembaga keuangan (bank) berbasis sistem wakaf. Pemerintah menganggap potensi bank wakaf sangat besar namun selama ini kurang digarap secara memadai, baik di sisi wakaf aset bergerak maupun tidak bergerak termasuk wakaf tunai.
Gagasan ini merupakan terobosan strategis karena negara memiliki keterbatasan finansial untuk mengurangi angka kemiskinan dan kesenjangan ekonomi. Angka kemiskinan nasional sudah mencapai 28,59 juta orang pada bulan Maret 2015 (BPS, 2015). Di sisi lain, data Bank Dunia menunjukkan bahwa Koefisien Gini Indonesia terus meningkat menjadi 41 pada tahun 2014, yang termasuk tertinggi di Asia Timur.
Selama ini, lembaga keuangan syariah yang dipercaya mengelola dana syariah oleh Kementerian Agama belum optimum memanifestasikan manfaat dana wakaf bagi pengembangan ekonomi masyarakat. Oleh karenanya, pemerintah bermaksud secara serius mengelola dana wakaf melalui bank wakaf untuk pemberdayaan ekonomi umat melalui pengembangan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah.
Perkembangan bank wakaf
Sejarah pengelolaan wakaf tunai kurang lebih dimulai ketika salah satu istri Rasulullah SAW, Sayyidatunah Hafsah, mendedikasikan sejumlah perhiasannya sebagai wakaf kepada para wanita keluarga keturunan al-Khattab. Wakaf perhiasan ini diterima sebagai wakaf tunai karena pada era sahabat Rasulullah hingga era Imam Malik (93-179 H), perhiasan dan uang tunai berasal dari bahan yang sama, emas atau perak.
Para cendekiawan Islam selanjutnya banyak mendukung praktik wakaf tunai. Salah satunya adalah Zufar Ibn al-Huzail (110-158 H) yang menyatakan bahwa uang tunai dapat diinvestasikan dalam bentuk mudharabah (kemitraan) dan labanya dapat dialirkan kepada para fakir miskin.
Setelah era Malik dan Zufar, praktik wakaf tunai berkembang di Maroko dan di kekaisaran Ottoman (1301-1922). Setelah keruntuhan dinasti Ottoman, tidak ada catatan jejak praktik wakaf tunai karena para peneliti hanya menggunakan rujukan wakaf tunai Ottoman.
Selanjutnya, konsep wakaf tunai bangkit kembali dengan pengembangan yang inovatif. Di antaranya, konsep saham wakaf untuk mengumpulkan donasi atau deposito langsung ke rekening bank wakaf tunai. Skema ini populer di wilayah kesultanan Oman dan Kuwait, sebelum diikuti oleh Uni Emirat Arab pada tahun 2001.
Setelah perkembangan yang pesat di ketiga negara tersebut, praktik wakaf tunai menyebar ke seluruh warga Muslim dunia saat ini. Di wilayah Timur Tengah, praktik wakaf tunai bahkan populer sejak abad 20. Di Malaysia, negara bagian Perak membuat regulasi terkait wakaf tunai sejak tahun 1959. Namun, secara nasional baru pada tahun 2007 Majelis fatwa Nasional Malaysia menerbitkan fatwa yang mengizinkan praktik wakaf tunai. Di Singapura, wakaf tunai bahkan sudah diatur dalam undang-undang Muslim pada tahun 1968. DI Indonesia sendiri, MUI sudah mengeluarkan fatwa izin wakaf tunai per 11 Mei 2002.
Potensi
Wakaf adalah salah satu instrumen ekonomi Islam yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai akselerator pemberdayaan ekonomi umat di Indonesia. Sebagai negara dengan jumlah populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia dapat menggunakan skema bank wakaf sebagai piranti ekonomi untuk mengentaskan kemiskinan.
Pemerintah sebenarnya sudah menyadari potensi wakaf, termasuk wakaf tunai. Ini diindikasikan oleh penerbitan sejumlah perangkat regulasi, seperti UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf dan PP No. 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaan wakaf. Regulasi tersebut memperjelas kedudukan wakaf uang, baik dalam perspektif hukum Islam maupun hukum nasional, sehingga diharapkan dapat mengakselerasi pertumbuhannya.
Wakaf tunai memiliki potensi yang lebih besar ketimbang wakaf aset non finansial, karena sifatnya yang likuid dan nilainya cenderung selaras dengan umlah penduduk Muslim yang juga besar.
Bila jumlah penduduk Muslim di Indonesia dengan pendapatan rata-rata antara Rp 1,5 juta/bulan adalah 4 juta jiwa dan berwakaf Rp 50 ribu/tahun, maka akan terkumpul dana wakaf Rp 200 miliar/tahun. Lalu, jika penduduk Muslim berpenghasilan bulanan Rp 1,6 – 2,5 juta berjumlah 3 juta jiwa dan berwakaf Rp 120 ribu/tahun, maka akan terkumpul dana sebesar Rp 360 miliar/tahun. Lalu, jika penduduk Muslim berpenghasilan Rp 2,6 – 5 juta/bulan berjumlah 2 juta jiwa dan berwakaf Rp 600 ribu/tahun, maka akan terkumpul dana sejumlah Rp 1,2 trilyun. Selanjutnya, bila penduduk Muslim berpendapatan Rp 5,1 – 10 juta/bulan berjumlah 1 juta jiwa dan berkenan berwakaf Rp 1 juta, maka akan terkumpul dana sebesar Rp 1 trilyun /tahun. Dengan demikian, total dana terkumpul dari 10 juta penduduk Muslim mencapai Rp 2,76 trilyun per tahun.
Dari perhitungan kasar di atas, tampak bahwa potensi wakaf tunai sangat besar. Terlebih lagi, dana wakaf diasumsikan tidak akan berkurang dari nominal yang dipinjamkan, sehingga akan terjadi akumulasi yang semakin besar setiap tahun. Sejauh ini belum ada data yang memadai terkait posisi riil wakaf tunai nasional mutakhir. Namun, laporan Badan Wakaf Indonesia (BWI) menunjukkan jumlah wakaf uang yang terkumpul per Desember 2013 baru mencapai Rp 145,8 M. Angka tersebut jauh dari kalkulasi normatif di atas.
Catatan Penting
Keberadaan bank wakaf jelas ditunggu banyak kalangan di tanah air. Dengan potensinya yang besar, wajar jika kita semua berharap banyak banhwa keberadaan bank wakaf akan menjadi pelumas mesin ekonomi nasional, khususnya bagi pelaku ekonomi bawah.
Meski demikian, para pemangku kepentingan perlu mengupayakan langkah-langkah yang menjamin keberlangsungan bank wakaf. Beberapa hal yang perlu dicermati, agar bank wakaf dapat terus berkontribusi bagi kemaslahatan umat, cenderung mirip dengan bank untuk UMKM. Pertama, peminjam harus bermotivasi kuat untuk mengembalikan pinjaman. Meski kontributor dana wakaf tidak menuntut pengembalian dana, peminjam perlu menyadari bahwa dana tersebut bersifat produktif dan untuk kemaslahatan umat. Kedua, pengelola bank wakaf adalah profesional yang keahliannya perlu dikompensasi setimpal. Oleh karenanya, pemerintah perlu memikirkan skema operasional bank wakaf yang tidak melanggar syariah terkait wakaf.
Akhirul kalam, mari menyambut niat positif pemerintah yang hendak memberi ruang bagi praktik keuangan Islam berkontribusi bagi kemaslahatan bangsa dan negara. ***
http://www.pikiran-rakyat.com/opini/...k-wakaf-392678
Mantap,,,go Jokowi go Jokowi...