Dulu sebelum menjadi menteri, Rizal Ramli (RR) selalu mengkritisi pemerintah dengan sangat lugas dan cerdas. Itu sebabnya mengapa Presiden Jokowi kemudian tertarik mengajaknya bergabung untuk menjadi salah satu menterinya. Lalu saat dipercaya menjadi menteri, dikatakankah bila Presiden Jokowi itu orang yang humble dan enak diajak diskusi.
Sayangnya harapan sang presiden diluar perkiraan. RR tetap saja bikin gaduh hingga bakat dan performanya justru jadi tenggelam karenanya, hingga harus berujung dengan reshuffle. Lebih disayangkan lagi bukannya introspeksi, yang ada malah makin gaduh, karena kerap mengeluarkan pernyataan yang konyol dan terkesan lebih kepada nyinyir, seolah ia sangat kecewa dengan reshuffle.
Sejak saat itu RR banyak mengeluarkan pernyataan yang konyol. Diantaranya saat RR melalui akun Twitter-nya menyebut mendapatkan informasi dari anggota TNI AD berpangkat Letnan Kolonel (Letkol) yang menyebutkan TNI memiliki data hasil pemilu. Data itu menyebutkan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno menang di Pilpres 2019.
Tentu saja hal tersebut dibantah oleh Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) Jenderal Andika Perkasa yang mengatakan apa yang disampaikan mantan Menko Kemaritiman RR bahwa TNI AD memiliki data hasil pemilu adalah 'Bohong atau Hoax'. Andika tegaskan TNI AD sama sekali tidak memiliki data hasil pemilu. Hal itu karena masalah pemilu bukan kewenangan TNI, termasuk AD.
Kemudian pada Maret 2019 masih melalui akun Twitter-nya RR pun menyebut kreditor pesta pora, rakyat semakin terbebani, dan Menteri Keuangan semakin ngawur alias asal-asalan. Tapi, cuitan itu kemudian dihapus RR. Sontak hal ini pun ditepis oleh Kementerian Keuangan yang mengatakan bila Utang itu adalah keputusan bersama dengan DPR RI.
Bahkan Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo ikut mengomentari cuitan Rizal: "Nambah satu lagi nih bikin hoax yang menyesatkan. Bang Rizal Ramli, itu bukan utang baru. Itu Global Bonds dalam USD terbitan 2009, jatuh tempo Maret 2019 dan akan DILUNASI. Kebijakan era Pak @SBYudhoyono yg bisa dimaklumi, waktu itu krisis global, BI rate 9.5%. Bertaubatlah!" tulisnya dalam akun Twitternya @prastow.
Sejatinya RR ini sangat tahu sekali tentang perekonomian Indonesia termasuk masalah utang. Namun entah karena saat ini menjadi oposisi, sehingga harus kerap membuat pernyataan yang justru kabur dan melenceng.
Misalnya masalah Utang. Jelas itu bersifat legal karena diatur dalam undang-undang tersendiri, dimana maksimal utang tidak lebih dari 65% dari nilai PDB, halmana utang Indonesia baru sekitar 30%-nan dan itu pun setelah diakumulasikan dengan utang-utang warisan dari era-era sebelumnya. Utang di era Presiden Jokowi pun bukan untuk digunakan ke sektor konsumtif, tapi lebih kepada sektor produktif, diantaranya untuk membangun infrastruktur yang berguna untuk jangka panjang yang sangat integratif.
Yang terkini adalah pernyataan konyol yang meramal bila krisis ekonomi di Indonesia akan lebih parah dari krisis moneter yang berakibat krisis ekonomi dunia, termasuk Indonesia yang terjadi pada tahun 1998. Nyatanya hal ini pun sama sekali tak terbukti, karena pertumbuhan ekonomi Indonesia walau kecil, namun masih plus dan yang terbaik di Asia. Bahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar mulai mendekati ke angka 13.000. Semoga ini lalu stabil.
Lalu pada Maret 2020 lalu, halmana RR memprediksi, krisis ekonomi ini akan memicu kasus gagal bayar sejumlah perusahaan asuransi di tanah air, diantaranya adalah Jiwasraya dan Asabri. Permasalahan gagal bayar asuransi Jiwasraya dan Asabri pun turut berperan dalam permasalahan ekonomi. Ternyata persoalan ini pun bisa diatasi dengan baik oleh Kementerian BUMN.
Mengapa hal ini terjadi? Tentu saja Presiden Jokowi beserta jajarannya tidak akan serampangan dalam merancang kebijakan, utamanya terkait kebijakan fiskalnya. Sri Mulyani sendiri tak disangsikan merupakan Menteri Keuangan terbaik di Asia dan Dunia yang terpilih secara berturut-turut.
Sejatinya banyak indikator yang bisa dijadikan alat ukur untuk memprediksi perekonomian Indonesia. Jadi bukan hanya karena prediksi dan penilaian para pakar ekonomi dunia yang mengatakan bila Indonesia akan kuat serta akan segera pulih cepat setelah China. Namun dengan tidak menetapkan kebijakan lockdown pun menjadi salah satu penyebabnya.
Yang pasti bahwa pasar merespon positif terhadap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, dibukanya kembali aktivitas perekonomian. Banyak faktor lainnya seperti halnya permintaan domestik yang masih terjaga, juga konsumsi rumah tangga terjaga. Selain tak manampikan melimpahnya likuiditas di pasar keuangan global seiring dengan program stimulus yang dilakukan Amerika dan banyak negara maju.
"Namun tidak ada hubungannya sama sekali dengan kebijakan Gubernur DKI Jakarta yang menerapkan PSBB seperti yang diwartakan oleh 'Detik News,' terlebih yang menerapkan PSBB bukan hanya DKI Jakarta saja. Dengan demikian bisa dikatakan bila Detik News sedang berhalusinasi untuk mengatrol Gubernur DKI Jakarta agar terkesan oke."
Satu hal dari ekonom asal Padang ini yang patut dihargai adalah ia selalu minta maaf dan menghapus cuitannya bila memang isinya ngawur. Namun demikian sebagai seorang elite yang memiliki pengalaman panjang, hendaknya tidak perlu mengumbar pernyataan yang tak penting yang pada akhirnya justru hanya mempermalukan diri sendiri, dan yang pasti 'Sok Tau' lo coy.. Emang ente doang yang ngerti ekonomi makro wahai Rajawali Ngepret yang nyatanya cuma kepepret?
Oleh: Wahyu Sutono
Salam NKRI Gemilang 🇲🇨🇲🇨
No comments:
Post a Comment