Museum ini dirintis tahun 1910 oleh w.f.j. Kroon. Bentuk bangunan museum merupakan perpaduan arsitektur antara pura dan puri. Didirikan di atas areal seluas 2.600 m2 meliputi 3 halaman yaitu : halaman luar (jaba), halaman tengah (jaba tengah) dan halaman dalam (jeroan) yang dibatas dengan tembok dan gapura.
Pada halaman dalam terdapat 4 buah gedung yaitu Gedung Tabanan, Gedung Buleleng, Gedung Timur dan Gedung Karangasem yang digunakan untuk memamerkan koleksi. Museum resmi dibuka untuk umum pada Tanggal 8 Desember 1932, dengan nama Bali Museum dan dikelola oleh Yayasan Bali Museum.
Tanggal 17 Agustus 1945 Bali Museum diambil alih oleh Pemerintah Daerah Propinsi Bali kemudian tanggal 5 Januari 1965 diserahkan ke Pemerintah Pusat di bawah Dirjen Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan nama Museum Negeri Propinsi Bali.
Tahun 1969 Museum mendapat bantuan proyek Pelita dengan perluasan areal menjadi 6.000 m2 dan menambah gedung pameran yang disebut Gedung Timur. Sejak Otonomi Daerah Tahun 2000 Museum Negeri Propinsi Bali diserahkan kembali ke Pemerintah Provinsi Bali dengan nama UPTD. Museum Bali. Dan sejak Tahun 2008 UPTD Museum Bali berubah nama menjadi UPT. Museum Bali.
TATA PEMERAN KOLEKSI.
Koleksi Museum Bali sebagian besar terdiri dari benda ethnografi berupa perlengkapan upacara agama, tari wali, bangunan suci, yang memiliki kesamaan dengan yang masih berfungsi sakral di masyarakat saat ini. koleksi ditata menurut kensep "Trimandala" (Utama Mandala, Mandya Mandala, Nista Mandala). dalam rangka penerapan kensep Trimandala tersebut, benda benda yang tergolong sakral di Masyarakat di tata pada gedung Tabanan dan gedung karang asem. Kain-kain tradisional Bali, dipamerkan di Gedung Buleleng yang dianggap bagian tengah Museum. Yang tidak bersifat sakral atau biasa seperti koleksi senirupa (lukisan, Patung, kerajinan). Koleksi yang berhubungan dengan peninggalan pra-sejarah (sarcopagus/peti mayat dari batu, bekal kubur) ditata di gedung Timur.
· Gedung Tabanan
Gedung ini mencerminkan arsitektur Bali bagian selatan pada masa kerajaan bangunan ini berfungsi sebagai tempat menyimpan pusaka di pamerkan berupa peralatan seni tari dan tabuh tradisional. Peralatan tari antara lain tari Sang Hyang, tari Barong, tari Rejang, tari Topeng, Wayan Wong sedangkan alat tabuh antara lain suling, rebab, kompli, cengceng, rindik.
Avokatif Tari Barong
Menggambarkan Bhatari Uma dikutuk oleh Bhatara Guru sehingga beliau turun ke dunia berwujud Dewi Durga. Dewi Durga marah dan meciptakan wabah. Hal ini menimbulkan belas kasihan Dewa Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa). Turun ke dunia menyelamatkan manusia. Bhatara Brahma menjelma sebagai Topeng Baang. Bhatara Wisnu sebagai Telek dan Bhatara Siwa sebagai Barong sedangkan Dewi Durga sebagai Rangda. Tokoh Barong, Jauk, Telek dan Patih kelompok penganut kebenaran. Dan Rangda kelompok leak penganut ilmu hitam. Akhirnya pertarungan tidak ada yang menang dan kalah yang bermakna keseimbangan
dunia.
Barong Landung
Barong Landung adalah satu wujud susuhunan yg berwujud manusia tinggi mencapai 3 meter. Barong Landung tidak sama dengan barong ket yg sudah dikomersialisasikan. Barong Landung lebih sakral dan diyakini kekuatannya sebagai pelindung dan pemberi kesejahteraan umat. Barong Landung banyak dijumpai disekitar Bali Selatan, spt Badung, Denpasar, Gianyar, Tabanan.
Cerita dari Barong Landung dimulai saat abad VI dimana Raja Bali saat itu adalah Sri Jaya Kesunu yg memiliki seorang istri dan anak Mayadenawa. Raja Jaya Kesunu memiliki beberapa orang penasehat kerajaan diantaranya adalah Empu Liem sbg penasehat spiritual dan satu lagi orang chinese sebagai penasehat ekonomi. Satu hari, permaisuri wafat yg mengakibatkan Jaya Kesunu sangat sedih hatinya. Beliau murung terus dan kerajaan jadi terbengkalai. Akhirnya Mayadenawa dinobatkan sebagai Raja Bali menggantikan ayahnya Jaya Kesunu. Untuk menghilangkan kesedihan Jaya Kesunu, penasehat kemudian benisiatif menjodohkan salah seorang putri saudagar cina bernama Kang Che We sbg istri kedua Jaya Kesunu. Melihat kecantikan Kang Che We, Jaya Kesunu pun jatuh hati dan menikahinya. Sejak itu Jaya Kesunu kembali terlihat gembira dan ceria. Tapi apa lacur, keinginan Jaya Kesunu utk mendapat anak dari Kang Che We tidak terkabul karena sang putri Kang mandul.
Karena cintanya pada Putri Kang, Jaya Kesunu memerintahkan Empu Liem membuat satu tarian sbg lambang dari dirinya dgn putri Kang. Oleh Mpu Liem, dibuatkanlah 2 patung besar yg bisa ditarikan menyerupai bentuk manusia. Yang satu berwajah laki-laki dengan karakter wajah lokal berwarna hitam sebagai lambang dari Jaya Kesunu. Satu lagi adalah perempuan berwajah putih dgn muka cemberut tapi memancarkan sinar keibuan sbg lambang putri Kang. Keduanya kemudian disebut Barong Landung (landung=tinggi). Sampai sekarang, karakter barong landung adalah sama, yg laki2 hitam dan yg perempuan putih. Ini adalah bukti bahwa pernah terjadi perkawinan antara raja Bali dengan putri China.
Barong adalah karakter dalam mitologi Bali. Ia adalah raja dari roh-roh serta melambangkan kebaikan. Ia merupakan musuh Rangda dalam mitologi Bali. Banas Pati Rajah adalah roh yang mendampingi seorang anak dalam hidupnya. Banas Pati Rajah dipercayai sebagai roh yang menggerakkan Barong. Sebagai roh pelindung, Barong sering ditampilkan sebagai seekor singa. Tarian tradisional di Bali yang menggambarkan pertempuran antara Barong dan Rangda sangatlah terkenal dan sering diperlihatkan sebagai atraksi wisata.
Topeng Calonarang.
Topeng ratusan tahun yang mengandung kekuatan gaib.
· Gedung Buleleng
Gedung ini mencerminkan arsitektur Bali bagian utara dengan ciri khas sendi Tugeh memakai hiasan patung singa bersayap (Singa Ambararaja). Memamerkan perkembangan kain tradisional Bali berdasarkan proses pembuatannya dari sederhana sampai rumit. Adapun jenis-jenis kain tersebut :
1. Kain polos adalah kain yang terdiri dari satu warna misalnya : putih, hitam, merah, biru, hijau dan seterusnya, ditenun dengan alat tenun tradisional (cagcag) dengan teknik tenun sederhana dan bahan benang yang dipakai baik benang lungsi maupun benang pakannya berasal dari satu warna. Kain ini dipergunakan sebagai pakaian sehari-hari.
2. Kain poleng adalah kain yang terdiri dari dua warna putih dan hitam, masing-masing berbentuk segi empat misalnya hitam-putih, merah-putih dan seterusnya. Tetapi yang dianggap memiliki makna religius adalah hitam-putih yang berarti simbol dari rwabhineda yaitu kebaikan dan keburukan. Fungsinya sebagai saput pada tugu, patung penjaga/bhutakala atau tokoh-tokoh pawayangan seperti Hanoman dan Bima.
3. Kain endek adalah kain tenun yang dipakai oleh masyarakat biasa pada waktu upacara manusa yadnya (potong gigi, perkawinan) dan dewa yadnya (odalan galungan). Dibuat dengan teknik ikat tunggal dengan hiasan motif flora, fauna, dan campuran pada benang pakannya.
4. Kain cepuk adalah kain yang dipakai pada waktu upacara manusa yadnya dan dewa yadnya. Kain tersebut dibuat dengan benang Bali, teknik ikat tunggal dan hiasan geometris.
5. Kain gringsing adalah kain ini berasal dari Desa Tenganan, Bali. Umumnya, masyarakat Tenganan memiliki kain gringsing berusia ratusan tahun yang digunakan dalam upacara khusus. Kata gringsing berasal dari gring yang berarti 'sakit' dan sing yang berarti 'tidak', sehingga bila digabungkan menjadi 'tidak sakit'. Maksud yang terkandung di dalam kata tersebut adalah seperti penolak bala. Di Bali, berbagai upacara, seperti upacara potong gigi, pernikahan, dan upacara keagamaan lain, dilakukan dengan bersandar pada kekuatan kain gringsing
6. Kain songket adalah kain yang dibuat dan menyusupkan benang untuk dijadikan motif tertentu, kain ini biasanya dipakai oleh keluarga raja pada waktu upacara agama (manusa yadnya dan dewa yadnya).
7. Kain prada umumnya untuk hiasan pada bangunan suci waktu upacara agama dalam bentuk ider-ider, pedapa dan sebagai pakaian adat penganten.
Dan peralatan tenun tradisional Bali yang disebut “Cagcag” istilah nasional adalah alat tenun bukan mesin.
· Gedung Timur
Didirikan sejak 1969 pada masa proyek pelita.
Gedung Timur lantai 1
Zaman prasejarah dikelompokkan ke dalam empat masa, yaitu :
a. Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana (kurang lebih 1.000.000 – 200.000 SM) merupakan pada masa ini manusia hidup mengembara dan berpidah-pindah dari satu tempat ke tempat lain yang lebih subur. Peralatan yang dipergunakan terbuat dari batu yang disebut dengan kapak genggam dan kapak perimbas yang ditemukan di Desa Sembiran dan Trunyan.
b. Masa berburu dan mengumpulkan makanan, tingkat lanjut (kurang lebih 200.000 – 3.000 SM) merupakan pada masa ini populasi manusia purba menyebar ke beberapa tempat seperti di Soppeng (Leang Cadang), Toala, Bone dan Bantaeng (Leang Batu Ejaya). Alat yang mereka gunakan adalah alat serpih dari batu dan tulang.
c. Masa bercocok tanam (kurang lebih 3.000 – 600 SM) merupakan masa neolithik amat penting dalam sejarah perkembangan masyarakat dan peradaban, karena pada masa ini beberapa penemuan baru berupa penguasaan sumber-sumber alam bertambah cepat. Penghidupan mengumpulkan makanan (food gathering) berubah menjadi menghasilkan makanan (food producing). Sisa-sisa kehidupan dari masa bercocok tanam di Bali antara lain berupa kapak batu persegi dalam berbagai ukuran, belincung dan panarah batang pohon.
d. Masa perundagian (kurang lebih 600 SM – 800 M) merupakan dalam masa ini manusia bertempat tinggal tetap dalam kelompok-kelompok serta mengatur kehidupannya menurut kebutuhan yang dipusatkan kepada menghasilkan bahan makanan sendiri (pertanian dan peternakan). Dalam masa bertempat tinggal tetap ini, manusia berdaya upaya meningkatkan kegiatan-kegiatannya guna mencapai hasil yang sebesar-besarnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Zaman sejarah merupakan riwayat kejadian masa lampau yang benar-benar terjadi atau riwayat asal usul keturunan (terutama untuk raja-raja yang memerintah). Kata Sejarah berasal dari kata Syajaratun atau Syajarah dalam bahasa Arab yang artinya pohon atau silsilah. Umumnya sejarah atau ilmu sejarah diartikan sebagai informasi mengenai kejadian yang sudah lampau. Sebagai cabang ilmu pengetahuan, mempelajari sejarah berarti mempelajari dan menerjemahkan informasi dari catatan-catatan yang dibuat oleh orang perorang, keluarga, dan komunitas. Pengetahuan akan sejarah melingkupi: pengetahuan akan kejadian-kejadian yang sudah lampau serta pengetahuan akan cara berpikir secara historis.
Memamerkan peninggalan zaman prasejarah dan sejarah yaitu :
1. Kapak batu
2. Sarkopagus : peti mayat dari batu yang dipergunakan untuk mengubur jenazah seorang yang memliki status di masyarakat seperti kepala suku antar pemimpin masyarakat pada jaman prasejarah. Sarkopagus ini berukuran paling kecil untuk ditekuk 3 ditemukan di Petang dan di desa Nongan, Karangasem.
3. Nekara fungsinya untuk gendrang perang.
4. Prasasti
5. Arca perunggu untuk media pemujaan.
6. Mata uang
7. Keramik asing : pada jaman Bali pertengahan terdapat berbagai keramik asing diantaranya dari Cina, Vietnam dan Kamboja. Contoh dari keramik asing, yaitu guci dan piring.
Fungsi guci : tempat minuman arak. Fungsi piring : tempat buah.
Gedung Timur lantai II
Memamerkan perkembangan seni rupa Bali khususnya seni lukis dan seni patung sejak abad ke-16 sampai kini yang meliputi gaya klasik, gaya tradisional dan gaya modern.
Dibuat : di Klungkung, 1890
Fungsi : Tabing
Keterangan : cerita dongeng tentang seorang ibu yang sebelumnya membenci anak-anak bahkan dijadikan korban untuk menambah ilmu hitamnya dan setelah mempelajari filsafat agama (Budha) dia berbalik menjadi penyayang anak-anak.
Tahun pembuatan : Abad ke-19.
Bahan : Kayu dan cat.
Fungsi : Tempat keris.
· Gedung Karangasem
Gedung ini mencerminkan bale panjang pada masa kerajaan untuk raja menerima perdana menteri/tamu-tamu penting lainnya. Gedung ini memamerkan perlengkapan yang berhubungan dengan upacara Panca Yadnya, yang dilengkapi dengan pendewasaan (jenis kalender untuk mencari hari baik melaksanakan upacara).
Pelaksanaan Panca Yadnya terdiri dari :
1. Dewa Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kehadapan para dewa-dewa.
2. Bhuta Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kehadapan unsur-unsur alam.
3. Manusa Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kepada manusia.
4. Pitra Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas bagi manusia yang telah meninggal.
5. Rsi Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kehadapan para orang suci umat Hindu.
2. Bhuta Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kehadapan unsur-unsur alam.
3. Manusa Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kepada manusia.
4. Pitra Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas bagi manusia yang telah meninggal.
5. Rsi Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kehadapan para orang suci umat Hindu.
Benda yang dipamerkan yaitu :
1. Pratima (patung perwujudan dewa dewi), fungsinya untuk media pemujaan.
2. Pralingga (bintang mitologi kendaraan dewa)
3. Prarai (gambar simbol wajah orang yang meninggal)
4. Maket ngaben
5. Maket upacara potong gigi
6. Kisa (keranjang untuk membawa ayam aduan dan taji)
7. Tikar dan Pelelidon (sejenis kalender).
No comments:
Post a Comment